Tanpa Dokumen Sah, Imigrasi Proses Hukum Warga Malaysia

inilahjateng.com (Semarang) – Seorang warga Malaysia berinisial MR (46) diproses hukum oleh Imigrasi Kelas I TPI Semarang karena kedapatan masuk dan tinggal di Indonesia tanpa dokumen yang sah.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas I TPI Semarang Guntur Sahat Hamonangan menjelaskan, MR dilakukan proses hukum karena tinggal di Indonesia dengan beralasan berobat alternatif dari seseorang yang dipercaya bisa menyembuhkan sakitnya.
“Yang bersangkutan masuk dan tinggal di Indonesia sejak 22 Desember 2023 melalui Tanjung Balai, Asahan, Sumatera Utara, naik perahu pompong. Terus diamankan ketika tinggal di Demak, Jateng,” ungkapnya di Kantornya, Jumat (5/4/2024).
Dirinya menyebut, berkas MR kini telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Negeri Kota Semarang alias P21 dan menunggu jadwal sidang di Pengadilan Negeri Semarang.
“Saat ini MR ditahan di Lapas Kelas I Semarang dan menunggu jadwal sidang di PN Semarang,” ucapnya.
Sementara, Kepala Subseksi Intelijen Keimigrasian Kanim Kelas I TPI Semarang M. Yandie Wahyudie membeberkan awalnya MR hendak ke Surabaya ingin bertemu seseorang yang dipercaya bisa mengobati sakitnya.
“Sesampainya di sana, MR tidak bertemu orang tersebut. Karena tak kenal sama sekali orang Indonesia, dia menelpon keluarganya dan diarahkan untuk bertemu dengan seorang warga Demak bernama Imanudin yang bisa menolongnya sementara waktu,” tambahnya.
Saat sampai Demak, sambungnya, MR tinggal di mushola samping rumah Imanudin.
Namun, kondisinya sakitnya makin parah sehingga oleh Imanudin dibawa ke RS Hj. Fatimah Sulhan Demak.
“Saat dirumah sakit itulah baru diketahui MR tidak punya dokumen. Dengan adanya informasi itu kami langsung menindaklanjuti,” jelasnya.
Saat dilakukan pemeriksaan, ternyata betul MR tidak memiliki dokumen perjalanan alias paspor dan visa yang sah. Dia hanya punya kartu penduduk Malaysia.
Atas hal itu, MR disangkakan Pasal 119 ayat (1) Undang-Undang RI nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan pidana denda maksimal Rp 500 juta. (BDN)