NasionalJateng

Tradisi Grebeg Dewi Sri di Kendal

inilahjateng.com (Kendal) – Puluhan masyarakat adat Jawa Kampung Jawa Sekatul desa Margosari kecamatan Limbangan, Kendal, Jumat (05/07/2024) malam, menggelar ritual tradisi “Wilujengan Dewi Sri” atau Grebeg Dewi Sri.

Tradisi ini dilakukan rutin setiap tahun sebagai ucapan syukur masyarakat kepada Dewi Sri yang menjadi simbol Dewi Padi atau Dewi Kesuburan dan Kemakmuran.

“Malam ini puluhan masyarakat adat Jawa kumpul di Kampung Jawa Sekatul untuk melakuan tradisi Wiluengan Dewi Sri atau grebeg Dewi Sri. Ya ini ritual tahunan sebagai ucapan syukur masyarakat kepada Dewi Sri yang merupakan simbol Dewi Kesuburan dan Kemakmuran,” kata sesepuh Kampung Jawa Sekatul, Sri Anglung Prabu Punto Djojonagoro Cakrabuana Girinata.

Prosesi tradisi “Wilujengan Dewi Sri” diawali dengan mempersiapkan dua gunungan hasil bumi yakni gunungan padi dan gunungan sayuran yang akan diarak.

Kemudian dilanjutkan dengan doa dan penyucian dua gunungan dan warga oleh tokoh adat Jawa dengan air kelapa.

“Sebelum dimulai kirab, dua gunungan hasil bumi yakni gunungan padi dan sayuran didoakan dan disucikan terlebih dulu dengan air kelapa. Warga yang ikut kirab juga diperciki,” jelasnya.

Baca Juga  Makna Qurban, Pesan Khotib di Masjid Alqodar Sendangmulyo

Dipimpin oleh tokoh adat Jawa yang membawa dupa dan sesaji, prosesi ritual dilakukan dengan khidmat dan diiringi tembang-tembangan jawa.

“Sewaktu dua gunungan diarak atau dikirab, tokoh adat Jawa memimpin dengan membawa dupa dan sesaji. Prosesinya juga berjalan khidmat karena ada iringan tembang-tembang Jawanya,” terangnya.

Tradisi ini merupakan  cara untuk mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa yang melimpahkan dan memberikan kemakmuran bagi masyarakat khususnya warga desa Margosari kecamatan Limbangan.

“Ini cara masyarakat desa Margosari terutama masyarakat adat Kampung Jawa Sekatul untuk mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa yang sudah melimpahkan dan memberikan kemakmuran bagi masyarakat di sini,” tambahnya.

Dua gunungan hasil bumi diarak menuju bangsal Saridin, kemudian dilanjutkan dengan doa empat penjuru mata angin.

Baca Juga  Polrestabes Semarang Laksanakan Pemotongan Hewan Kurban

Setelah didoakan, dua gunungan hasil bumi langsung diperebutkan warga yang sudah lama menunggu dan saling berdesakan.

“Sampai dibangsal Saridin, prosesi tradisi dilanjutkan dengan doa empat penjuru mata angin. Puluhan warga sudah tidak sabar dan begitu doa selesai, dua gunungan langsung jadi rebutan,” ungkapnya.

Puluhan warga ini berebut padi dan sayuran yang dipercaya bisa membawa berkah.

Sapto warga dari kabupaten Pati, mengatakan rela datang jauh-jauh dari Pati karena ingin tahu dan ingin mengikuti tradisi grebeg Dewi Sri.

“Saya dari Pati, mau ikutan tradisi grebeg Dewi Sri dan mau rebutin padi dan sayurannya biar dapat berkah,” katanya.

Dalam berebut hasil bumi, Sapto mendapatkan empat ikat padi yang nantinya akan ditaruh ditempat beras dan dipasang diatas kusen pintu.

Sapto percaya hasil bumi yang didapatnya bisa membawa berkah.

“Ini dapat empat ikat padi, mau saya taruh diatas kusen pintu. Yang sisanya saya masukkan ke tempat beras biar bisa jadi berkah,” jelasnya.

Baca Juga  Acungkan Airsoft Gun Saat Polisi Patroli, Koboi Jalanan di Bogor Diciduk

Menurut Pengamat Budaya yang juga Sekjen Forum Silahturahmi Keraton Nusantara (FSKN), Profesor Nani Widayati, tradisi mengagungkan Dewi Sri merupakan tradisi lama yang sudah ada sejak dulu.

Biasanya tradisi mengagungkan Dewi Sri dilakukan pada saat wetonan paling tinggi.

“Tradisi ini mengagungkan dewi sri ini sebenarnya tradisi lama yang sudah ada sejak dulu. Dan ini dilakukan pada saat wetonan paling tinggi,” katanya.

Dewi Sri dipercaya masyarakat Jawa sebagai simbol atau sosok dewi kemakmuran dan kesuburan terutama padi.

Tradisi mengagungkan Dewi Sri patut dilestarikan karena merupakan tradisi daerah yang memiliki makna tersendiri bagi masyarakat Jawa.

“Dewi Sri ini dipercaya masyarakat Jawa sebagai simbol atau sosok dewi kemakmuran dan kesuburan terutama padi. Jadi tradisi dan budaya seperti ini patut dilestarikan karena merupakan tradisi daerah yang memiliki makna tersendiri bagi masyarakat Jawa,” pungkasnya. (Ren)

Back to top button