News

Tsunami Kebangkrutan Melanda Jepang, 1.016 Perusahan Gulung Tikar dalam Sebulan


Tsunami Kebangkrutan dunia usaha menerjang Jepang. Perusahaan riset kredit, Tokyo Shoko Research mencatat jumlah perusahaan di Jepang yang bangkrut melonjak 42,9% dari tahun sebelumnya

Biaya hidup membengkak dan pelemahan yen serta berakhirnya insentif pandemi COVID-19, menjadi penyebab tingginya jumlah kebangkrutan perusahaan di Jepang. Tercatat sebanyak 1.016 perusahaan bangkrut pada Mei 2024.

“Bisnis yang bangkrut dengan utang minimal 10 juta yen (Rp 1,03 miliar),” tulis rilis Teikoku yang dikutip NHK News, Jumat (14/6/2024).

Tokyo Shoko Research melaporkan, total utang perusahaan yang bangkrut di bulan Mei mencapai 136,7 miliar yen atau USD870 juta.

Jumlah perusahaan yang bangkrut terbaru ini, muncul lantaran banyak perusahaan berjuang menghadapi kenaikan harga serta kekurangan tenaga kerja terutama di sektor jasa. Data tersebut mencakup kebangkrutan yang melibatkan kewajiban sebesar ¥10 juta atau lebih dari Rp 1 miliar (dengan kurs Rp 103,59 per yen Jepang).

Baca Juga  Lewat Penyitaan HP, Aktivis Minta KPK Buktikan Keterlibatan Hasto dari Pelarian Harun Masiku

Berdasarkan data, angka kebangkrutan untuk restoran dan bar naik sebesar 25%, sementara penjualan yang lesu menyumbang lebih dari 80% angka kebangkrutan.

Tokyo Shoko Research juga menemukan adanya gelombang likuidasi di Negeri Matahari Terbit. Lembaga itu mengatakan, total utang perusahaan yang bangkrut pada bulan Mei berjumlah 136,7 miliar yen atau setara Rp 14,2 triliun (kurs Rp 103 per yen).

“Kebangkrutan meningkat dari tahun ke tahun di semua industri khususnya karena tingginya harga setelah pandemi Covid-19,” tulis lembaga itu dalam sebuah pemaparan, Senin (10/6/2024).

Bila dirinci, ada jumlah kebangkrutan terkait virus corona melampaui 300 dan mencapai 302 pada bulan Mei tahun ini. Ini adalah pertama kalinya dalam satu tahun jumlahnya melebihi 300.

Baca Juga  Endus Permainan Cost Recovery, DPR Peringatkan Kepala SKK Migas

Sementara, angka kebangkrutan yang terkait dengan kenaikan harga akibat melemahnya Yen, naik 47,4 persen menjadi 87 perusahaan, di mana sebagian besar terjadi di industri manufaktur dan transportasi, yang memiliki banyak subkontraktor.

Melemahnya yen, mendorong kenaikan biaya impor seperti bahan mentah dan pasokan energi, sehingga memberikan tekanan pada keuntungan perusahaan kecil dan menengah.

Tokyo Shoko Research memperingatkan, jumlah kebangkrutan yang terkait dengan inflasi kemungkinan akan terus meningkat karena banyak perusahaan tidak dapat sepenuhnya membebankan biaya yang lebih tinggi pada harga di tengah-tengah melemahnya nilai tukar yen terhadap dolar AS.

“Sangat mungkin jumlah kebangkrutan akan terus meningkat,” papar perusahaan riset itu lagi.

Baca Juga  Tentara Israel Bunuh 4 Warga Palestina di Ramallah Tepi Barat

Back to top button