Market

Uang Kuliah Mahal, DPR Salahkan Nadiem Bikin Aturan Komersialisasi Pendidikan Tinggi


Informasi tentang mahalnya biaya uang kuliah tunggal (UKT) di sejumlah perguruan tinggi negeri yang viral di media sosial (medsos), beberapa waktu lalu, menyentak hati anggota Komisi X DPR yang membidangi pendidikan.

Anggota Komisi X DPR asal Fraksi PDIP, Andreas Hugo Pareira mengatakan, Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 adalah biang kerok mahalnya biaya pendidikan tinggi di level universitas.

Dia mendesak agar Kemendikbudristek meninjau ulang Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SBOPT) pada PTN di Lingkungan Kemendikbudristek.

Menurut Andreas, beleid itu, jelas-jelas mencoreng wajah pendidikan tinggi di Indonesia. Karena mendorong komersialisasi antar kampus pelat merah alias negeri.

“Menurut saya, (Permendikbud) itu rentan diinterpretasikan oleh perguruan tinggi sesuai dengan kemauan mereka gitu. Nah, satu poin yang berkaitan dalam salah satu pasal, bahwa biaya UKT ditetapkan usai mahasiswa diterima. Saya rasa ini rentan terjadi komersialisasi pendidikan,” ucap Hugo, Jakarta, Senin (20/10/2024).

Baca Juga  Aryna Sabalenka Putuskan Absen di Olimpiade Paris 2024 untuk Jaga Kesehatan

Hugo melihat, regulasi tersebut mengakibatkan nilai Biaya Kuliah Tunggal (BKT), Uang Kuliah Tunggal (UKT), dan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) mengalami kenaikan yang fantastis. Celakanya, seluruh biaya itu dibebankan kepada para mahasiswa yang berujung kepada protes dari para wali atau orang tua.

Dia setuju jika dilakukan evaluasi alokasi 20 persen dari APBN untuk sektor pendidikan. Hal itu terkait apakah penyalurannya sudah berkontribusi pada perbaikan kualitas pendidikan atau belum. “Upaya ini krusial demi masa depan generasi bangsa,” tandasnya.

Anggota Komisi X DPR asal Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fahmy Alaydroes pun sama miris. Pemerintah dengan persetujuan DPR, telah menggelontorkan anggaran besar untuk pendidikan. Nilainya 20 persen dari total APBN 2024, atau setara Rp665 triliun.

Baca Juga  Chelsea Olivia Curhat Pernah Alami Baby Blues, Ini Ciri dan Penyebabnya

“Kalau kita telusuri dan evaluasi, 20 persen (anggaran pendidikan) itu tinggi. Sekitar Rp665 triliun. Kita juga paham, anggaran sebesar itu, alokasinya tersebar ke mana-mana,” kata Fahmy.

Fahmy benar, anggaran pendidikan 2024 sebesar Rp665,02 triliun, atau setara 20 persen dari total APBN 2024 sebanyak Rp3.325,1 triliun. Sesuai amanat UUD 1945, pasal 31 ayat 4, dan UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Dia pun mempertanyakan anggaran pendidikan Rp665 triliun yang dikelola Kemendikbudristek hanya Rp90 triliun. Di mana, jatah Ditjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi sebesar Rp34 triliun, atau hanya 1 persen dari total APBN 2024.

Fahmy menegaskan, Komisi X DPR harus terus mengawal tingginya biaya UKT yang menyulitkan sebagian besar calon mahasiswa serta orang tuanya.

Baca Juga  Masuk Ronde Ketiga, Timnas Indonesia Punya 3 Pintu Lolos Piala Dunia 2026

Dia pun memastikan bakal terus mendorong Kemendikbudristek agar segera melakukan revisi peraturan, yakni Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SBOPT) pada PTN di Lingkungan Kemendikbudristek.

Asal tahu saja, Mendikbudristek Nadiem Makarim yang menerbitkan beleid tersenut. Di mana, tarif SSBOPT ditentukan Nadiem dengan pertimbangan capaian standar PTN, jenis program studi, dan indeks kemahalan wilayah.

Di sisi lain, peraturan turunan mengenai besaran SSBOPT diatur dalam Keputusan Mendikbudristek Nomor 54/P/2024. Komponen SSBOPT terdiri dari biaya langsung yang merupakan biaya operasional penyelenggaraan program studi, dan biaya tidak langsung yang merupakan biaya operasional pengelolaan institusi.

 

Back to top button