Jateng

Underpass Joglo Kebanjiran, Dosen UMS Ungkap Masalahnya

inilahjateng.com (Solo) — Genangan air kembali merendam Underpass Joglo Solo, fasilitas yang baru berumur beberapa bulan sejak diresmikan pada 11 Januari 2025.

Kejadian ini menuai kritik tajam dari kalangan akademisi, salah satunya datang dari Dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Dr. Zilhardi Idris, MT.

Menurut Zilhardi, masyarakat tak seharusnya menyalahkan hujan atau air yang menggenang.

Justru yang harus dievaluasi adalah kinerja perencana, pelaksana proyek, dan sistem pengawasan teknis.

“Air hanya mengikuti hukum gravitasi. Kalau air meluap dan menggenang, berarti ada yang salah dengan manusia dan sistemnya,” tegasnya, Kamis (3/7/2025).

Underpass Joglo, yang dibangun untuk mengurai kemacetan di kawasan padat Solo, justru menjadi langganan banjir ketika hujan turun deras.

Baca Juga  Sering Banjir di Jepara, Ternyata Ini Penyebabnya

Peristiwa serupa juga terjadi pada April 2025, saat underpass ditutup karena lumpur dan air menggenang.

Zilhardi menilai kondisi itu menunjukkan lemahnya desain sistem drainase dan kurang matangnya simulasi teknis saat tahap perencanaan.

“Proyek seperti ini seharusnya sudah memperhitungkan potensi banjir musiman. Kalau tidak, artinya perencanaan asal jadi,” ujarnya.

Ia menyoroti, pembangunan underpass rentan terhadap genangan, berbeda dengan overpass yang lebih aman dari sisi topografi dan keselamatan pengguna jalan.

“Kenapa tidak dibangun flyover saja? Lebih mahal sedikit, tapi aman jangka panjang,” katanya.

Zilhardi juga mengkritik minimnya pelibatan pakar lokal dalam perencanaan infrastruktur publik.

“Solo punya banyak kampus teknik. Tapi apa kami dilibatkan dalam review desain? Tidak pernah,” ungkapnya.

Baca Juga  Bandara A Yani Semarang Serahkan Program TJSL Senilai Lebih Dari 100 Juta

Bahkan, ia tak segan menyebut ada indikasi proyek dikerjakan tak sesuai spesifikasi awal.

“Kalau umur rencana bangunan 5 tahun tapi baru beberapa bulan sudah bermasalah, patut diduga ada campuran bahan yang tidak sesuai. Drainase pun tidak diuji dengan debit ekstrem saat simulasi,” tambahnya.

Zilhardi mendesak pemerintah dan kontraktor agar membuka ruang evaluasi publik.

Menurutnya, pembangunan infrastruktur tidak boleh hanya mengejar target politik dan estetika visual, tapi harus menjamin keselamatan dan keberlanjutan.

“Kalau kita terus membangun seperti ini, anak cucu kita hanya akan mewarisi infrastruktur indah tapi mudah rusak,” tandasnya. (AKA)

Back to top button