Wali Kota Semarang Bebaskan Retribusi Ruang Publik

inilahjateng.com (Semarang) – Keputusan Wali Kota Semarang Agustina untuk membebaskan retribusi pemakaian fasilitas publik, terutama di kantor kecamatan dan kelurahan, menjadi angin segar bagi masyarakat.
Kebijakan ini bukan hanya tentang administrasi, tetapi juga tentang menciptakan ruang inklusif bagi semua warga.
Keputusan ini lahir dari berbagai keluhan masyarakat yang merasa terbebani ketika ingin menggunakan ruang publik di kantor kecamatan dan kelurahan.
Kini, Pemkot Semarang menegaskan ruang-ruang tersebut harus bisa diakses tanpa biaya, sebagai bagian dari komitmen mewujudkan Semarang Inklusif, salah satu Program Prioritas 100 Hari Kerja Agustina.
“Berbagai macam aduan disampaikan kalau masyarakat mau pakai ruangan kecamatan saja disuruh bayar. Maka saya mohon Pak Sekda nanti supaya mempersiapkan revisi Perwal yang mengatur pembebasan retribusi bagi masyarakat,” ujar Agustina, Rabu (12/3/2025).
Pembebasan retribusi ini diharapkan dapat membuka akses lebih luas bagi masyarakat untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan bermanfaat.
Mulai dari diskusi warga, pertemuan sosial, hingga program-program edukatif.
“Kecuali aula khusus untuk pernikahan, nah itu berbeda. Kalau ruang kerja di kantor kelurahan dan kecamatan yang digunakan untuk masyarakat, itu tidak usah bayar,” tegas Agustina.
Sekretaris Daerah Kota Semarang, Mochamad Khadhik, menambahkan kebijakan ini sudah sesuai dengan Pasal 60 Peraturan Wali Kota Semarang Nomor 61 Tahun 2024.
Saat ini, Pemkot tengah menyusun administrasi untuk merevisi aturan yang mengatur retribusi tersebut.
“Nanti Bapenda akan membuat memo sekaligus konsep surat edaran untuk OPD termasuk kecamatan dan kelurahan tentang pembebasan retribusi untuk tempat-tempat yang memang digunakan untuk kegiatan masyarakat,” jelasnya.
Ruang Publik Gratis untuk Kegiatan Non-Komersial
Namun, tidak semua ruang publik akan bebas dari retribusi.
Pembebasan ini hanya berlaku untuk kegiatan non-komersial, seperti pengajian, sosialisasi lingkungan, dan pertemuan yang mendukung program pemerintah.
“Kalau kegiatan yang sifatnya komersial jelas tetap kena retribusi. Sedangkan untuk kemaslahatan masyarakat misalnya pengajian atau kegiatan-kegiatan dalam rangka mendukung program pemerintah, itu gratis,” tambah Khadhik.
Dengan adanya kebijakan ini, Pemkot Semarang berharap tidak ada lagi warga yang merasa terhambat hanya karena biaya.
Ruang publik adalah milik bersama, tempat di mana gagasan bertemu dan komunitas tumbuh.
Kini, setiap sudut kantor kecamatan dan kelurahan bukan hanya menjadi tempat pelayanan, tetapi juga wadah bagi kebersamaan dan perubahan.
“Semarang semakin inklusif, dan ini baru permulaan,” pungkasnya. (LDY)