Warga Kecandran Kecewa, Merasa Dibohongi Soal Izin VIP Social Bar

inilahjateng.com (Salatiga) – Polemik keberadaan VIP Social Bar di Kelurahan Kecandran, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga, terus bergulir.
Satpol PP menggelar pemberkasan berita acara kepada warga yang melakukan penolakan di Aula Kelurahan Kecandran, Kamis (15/5/2025).
Juru bicara warga, Sholeh Basyir mengatakan warga merasa dibohongi terkait izin pendirian VIP Social Bar yang belakangan diketahui menjual minuman beralkohol.
Padahal, saat sosialisasi awal kepada warga, tempat usaha tersebut hanya disebutkan sebagai kafe dan restoran.
“Penolakan warga muncul karena adanya dugaan manipulasi informasi sejak awal pengajuan izin. Kami merasa dibohongi. Dalam proses sosialisasi, disebutkan izinnya hanya untuk kafe dan resto, bukan bar atau tempat penjualan minuman keras,” ujarnya saat ditemui di sela pemberkasan berita acara kesaksian warga.
Dia bercerita, persoalan bermula dari adanya berita acara sosialisasi tertanggal 22 Maret 2024 yang ditandatangani oleh lima warga sebagai persetujuan atas pendirian kafe, bar dan resto.
Berita acara ini kemudian digunakan untuk mengajukan izin ke Lurah Kecandran dan Camat Sidomukti, lalu diteruskan ke DPMPTSP Kota Salatiga.
Pada 14 Mei 2024, DPMPTSP Kota Salatiga menerbitkan sertifikat dengan nomor 12052300638750002 atas nama CV Banyu Sumer Rejeki dengan KBLI 56101, yang hanya mencakup izin usaha restoran.
“Selanjutnya, pihak pengelola mengajukan izin tambahan ke DPMPTSP Provinsi Jawa Tengah dan pada 18 September 2024, terbit izin nomor 12052300638750001 untuk usaha bar. Tak lama kemudian, tepatnya pada 26 September 2024, pemilik VIP Social Bar, Rudi Kurniawan, mengajukan permohonan surat keterangan menjual langsung minuman beralkohol ke DPMPTSP Kota Salatiga. Namun, permohonan tersebut ditolak melalui surat resmi bernomor 500.16.7.2/613 pada 8 November 2024,” katanya.
Merespons keluhan warga, anggota DPRD Kota Salatiga dari Fraksi PKB, Ahmad Musadad, mengirim surat resmi kepada Pj Wali Kota saat itu, Yasip Khasani, untuk meninjau ulang perizinan.
Dalam surat tersebut, Musadad menegaskan warga Kecandran terbuka terhadap investasi, namun tetap mengutamakan nilai moral dan sosial.
“Kecandran adalah wilayah religius yang dekat dengan kampus UIN. Sosialisasi pendirian tempat usaha seperti ini harus dilakukan secara terbuka, bukan secara door to door,” tegasnya.
Puncaknya, pada 23 Desember 2024, terjadi kesepakatan antara perwakilan warga dan pengelola VIP Social Bar, yang difasilitasi oleh kelurahan, kecamatan, Polsek dan Koramil.
Dalam pertemuan itu, pihak pengelola menyatakan tidak akan menjual minuman beralkohol, hanya makanan dan minuman non-alkohol sesuai izin usaha.
Namun, pada 5 April 2025, warga menemukan VIP Social Bar kembali menyediakan minuman beralkohol.
Hal ini memicu kemarahan warga, yang kemudian mengirimkan surat penolakan dan melakukan aksi protes.
Sementara, Tim penasihat hukum VIP Social Bar, Ignatius Suroso Kuncoro mengklarifikasi atas berbagai tudingan yang diarahkan kepada tempat usaha tersebut.
Pihak manajemen mengaku menghormati langkah Pemkot yang mengadakan pertemuan dengan warga pada Jumat (9/5), namun menyayangkan undangan yang mereka nilai terlalu mendadak.
“Kami ingin hadir dan menjelaskan langsung posisi kami. Tapi undangan yang mendadak membuat kami tidak bisa menyesuaikan agenda,” ujar Suroso atau akrab disapa Ucok kepada inilahjateng.com saat dikonfirmasi.
Mereka juga menyoroti sikap Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Salatiga yang dinilai berubah-ubah.
Menurut Ucok, sejak awal pembangunan, pihak dinas menyatakan usaha café resto and bar dengan penjualan alkohol diperbolehkan.
“Awalnya disampaikan bisa. Tapi setelah ada gejolak warga, tiba-tiba DPMPTSP menyatakan tidak bisa mengeluarkan izin karena radius dengan fasilitas kesehatan berupa apotek kurang dari 100 meter. Ini jadi tanda tanya besar bagi kami,” tegasnya.
VIP juga meminta agar audiensi ke depan hanya melibatkan pihak-pihak terkait, tanpa melibatkan warga secara langsung untuk menghindari potensi gesekan atau kesalahpahaman.
“Pemkot jangan membenturkan VIP dengan warga. Ini bukan persoalan konflik sosial, tapi soal kepastian hukum dan perizinan,” ujar Ucok Kuncoro.
Ucok menambahkan, operasional VIP Social Bar saat ini tetap berjalan secara legal karena telah mengantongi izin penjualan minuman beralkohol golongan A.
Mereka berkomitmen untuk tetap buka sembari menunggu solusi dari Pemkot.
“Surat akan segera kami kirimkan. Harapannya ada jalan tengah yang mengedepankan kepastian hukum dan prinsip keadilan,” pungkasnya.
Sebelumnya, Pemkot Salatiga menggelar rapat koordinasi di Gedung Papak yang dihadiri Forkopimda, tokoh masyarakat, dan OPD terkait.
Ketidakhadiran pihak VIP dalam rapat itu memantik reaksi keras dari Wali Kota Salatiga, dr. Roby Hernawan.
“Sebenarnya hari ini saya ada kegiatan di Surabaya, tapi saya pulang karena merasa masalah ini penting. Sayangnya, pihak VIP tidak hadir. Ini menunjukkan mereka tidak memiliki itikad baik,” kata Roby.
Wali kota juga menyoroti ketidaksesuaian antara izin awal dan operasional VIP saat ini.
“Di awal izinnya hanya sebagai resto, namun kemudian menjual minuman keras. Ini jelas tidak sesuai, apalagi ada ketidaksinkronan antara izin dari daerah dan provinsi. Di provinsi diberi izin tipe A, tapi kenyataannya menjual lebih dari itu,” ungkapnya.
Ia mengingatkan pentingnya menjaga ketentraman Kota Salatiga dari potensi konflik.
“Jangan sampai kota yang aman dan tentram ini diganggu oleh duri-duri konflik. Kita harus berdiskusi dengan kepala dingin, menjunjung norma dan aturan, serta menyingkirkan ego pribadi,” tutup Roby. (RIS)