NasionalJateng

Warga Papua Gelar Aksi di Rumah Bos Tambang Salatiga

inilahjateng.com (SALATIGA) – Konflik antara warga Papua dan investor tambang emas asal Salatiga belum ada tanda selesai.

Setelah sebelumnya bos tambang melalui kuasa hukumnya melaporkan perwakilan warga Papua bernama Marten Basaur, Sabtu (22/6/2204) ke Polres Salatiga.

Terbaru, puluhan warga Papua kembali mendatangi rumah bos tambang Nicholas Nyoto Prasetyo dari perusahaan Bahana Lintas Nusantara (BLN) di Jalan Merdeka Selatan No 54, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga, Senin (24/6/2024) sore.

Mereka datang didampingi oleh tim kuasa hukum pemilik lahan dengan membawa sepanduk dan poster yang bertuliskan “Kanjeng Pangeran Arya Nicholas Nyoto Prasetyo, PT Bahana Lintas Nusantara group Tanggungjawab”.

Mereka ingin investor tambang tersebut tanggungjawab atas hutan adat yang rusak setelah adanya pembukaan lahan.

Baca Juga  SMKN 1 Kendal Gandeng USM Gelar Implementasi P5 dengan tema Personal Branding

Tim Kuasa hukum pemilik lahan, Alvares Guarino mengatakan kedatangan warga Papua di depan rumah investor tambang emas asal Salatiga untuk meminta pertanggungjawaban Nicholas Nyoto Prasetyo atas hutan adat yang telah dirusak.

“Pada hari ini kami, sesuai dengan permintaan pemilik lahan untuk bertemu dengan beliau (Nicholas). Namun, demikian permintaan kami tidak ada hasil, maka dalam rangka untuk terus menuntut haknya mereka, ini warga semua datang ke sini untuk menuntut keadilan atas tanah hutan mereka yang dibabat habis,” terangnya kepada Inilahjateng.com, di lokasi, Senin (24/6/2024)

Dikatakan, pihaknya datang sebetulnya untuk menyelesaikan konflik tersebut dengan cara kekeluargaan. Sebab saat ini hutan sudah terlanjur rusak dan berimbas hilangnya mata pencaharian warga di Kampung Sawe Suma, Distrik Unurum Guay, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua.

Baca Juga  Tak Hanya Padamkan Api, Petugas Damkar Bantu Siswa Ambil Rapor di Sekolah

“Pihak pengacara sebelah itu, memang menyarankan mengajukan upaya hukum. Namun upaya hukum itu harus menunggu 3-4 tahun baru ada putusan inkrah. Sekarang hutan sudah dibabat, kalau menunggu 3-4 tahun baru ada putusan itu, lantas bagaimana kondisi di sana karena berpotensi longsor,” katanya

Dia menginginkan konflik tersebut cepat segera selesai dengan cara kekeluargaan. Jika tidak, ingin memperbaiki hutan adat yang telah rusak, Nicholas harus mengganti kerugian sebesar Rp 20 miliar.

“Permintaan dari kepala suku, Rp 20 miliar. Sebenarnya kalau mau negosiasi kita bisa bicara baik-baik. Tapi, jangan langsung (memutuskan untuk memberi ganti rugi) Rp 50 juta. Karena ini tanah mereka untuk cari makan,” ujarnya

Baca Juga  Pusdataru Jateng Keruk Sedimentasi Sungai Dombo Sayung

Selain meminta investor untuk bertemu dan mediasi, kata Alvares, pihaknya juga akan mengadukan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. Tujuannya agar masalah ini cepat selesai.

Sebelumnya diberitakan, konflik antara warga Kampung Sawe Suma, Distrik Unurum Guay, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua bermula saat Investor Tambang asal Salatiga Nicholas Nyoto Prasetyo berniat untuk investasi untuk pembukaan tambang emas.

Setelah melalui serangkaian survei dan pembicaraan dengan ketua adat, pada 20 Februari 2024 terjadi kerjasama sistem bagi hasil. Namun pihak perusahaan justru membabat hutan. Selain itu, pembayaran kompensasi juga tidak dilakukan. (RIS)

Back to top button