Kanal

Membaca Program Ekonomi Para Capres, Siapa Paling Hijau?


Krisis iklim yang melanda bumi saat ini membuat transisi ke ekonomi hijau semakin mendesak. Indonesia sebagai salah satu negara dengan emisi karbon terbesar ke-10 di dunia, mau tak mau harus pula memikirkan bagaimana beralih dari industri ekstraktif, yang menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat.

Dilema ganda?Tentu saja, terlebih dengan PDB per kapita yang masih menempati peringkat 98 dunia, Indonesia dihadapkan dengan tantangan mendorong pertumbuhan ekonomi yang optimal, sekaligus mengintegrasikan upaya dekarbonisasi.

Transisi menuju dekarbonisasi bukanlah sesuatu yang mudah. Mengingat salah satu pilarnya adalah menggantikan sebagian porsi energi bahan bakar fosil, dengan energi baru terbarukan (EBT). Sementara tak bisa dipungkiri bahan bakar fosil masih menjadi salah satu sumber energi yang paling ekonomis dan andal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Apalagi, EBT masih menghadapi berbagai tantangan seperti biaya dan risiko investasi yang besar, serta suplai energi yang intermiten.

Peralihan ke ekonomi hijau ini yang kemudian menjadi tantangan besar bagi para pemimpin bangsa. Menggenjot pertumbuhan ekonomi sembari menjaga keberlangsungan lingkungan hidup. 

Ketiga pasang kandidat, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran), dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD (Ganjar-Mahfud), sama-sama menyinggung soal green economy dan blue economy dalam visi misinya. 

Anies-Cak Imin

Anies-Cak Imin, misalnya, mengumbar janji akan menjadikan ekonomi hijau sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia. 

Juru Bicara Pasangan Calon (Paslon) AMIN, Irvan Pulungan mengatakan, salah satu yang menjadi strategi ialah, dengan menjadikan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang telah disusun Bappenas, menjadi jembatan penghubung transisi menuju ekonomi hijau. Salah satunya dengan mengevaluasi seluruh Proyek Strategis Nasional (PSN) dalam rangka mempercepat transisi menuju ekonomi hijau.

Selain itu, dalam program visi misi, keduanya juga akan memaksimalkan peran panas bumi, di mana Indonesia memiliki sekitar 40 persen cadangan dunia. Lalu, membuka peluang bagi masyarakat dan komunitas, untuk memproduksi EBT dan memasarkannya ke Perusahaan Listrik Negara (PLN), guna mendorong pertumbuhan EBT. 

Serta membentuk Dana Abadi (Resource Endowment Fund) berasal dari pendapatan sumber daya alam (SDA), yang dialokasikan untuk riset EBT, peningkatan kualitas manusia, dan untuk memberikan insentif bagi penerapan EBT.

Baca Juga  Mengapa Memotong Kuku dan Rambut Dilarang sebelum Berkurban? Ini Penjelasan UAH
post-cover
Para pasangan calon presiden dan wakil presiden di sela acara Penguatan Anti Korupsi untuk Penyelenggara Negara Berintegritas (Paku Integritas) di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (17/1/2024). (Foto: Inilah.com/Agus Priatna)

“Jadi, saya rasa proses itu penting untuk kemudian melihat dan melakukan banyak yang namanya audit lingkungan terhadap kebijakan politik kita, peraturan perundang-undangan, dan PSN gitu,” ujar Irvan dalam webinar bertajuk Nasib Transisi Ekonomi Hijau di Tahun Politik, beberapa waktu lalu.

Prabowo-Gibran

Pasangan ini menyiapkan 15 upaya dalam transformasi ke ekonomi hijau, mulai dari pencegahan perusakan lingkungan hingga pengembangan sumber energi hijau demi realisasi ekonomi hijau. Tak hanya itu, ada pula 15 langkah terkait ekonomi biru, mulai dari peningkatan nilai tambah potensi sumber daya pesisir hingga pembangunan infrastruktur tepat guna.

Dua program ini, masuk dalam Asta Cita 2 atau salah satu dari delapan misi utama Prabowo-Gibran untuk mencapai visi “Bersama Indonesia Maju: Menuju Indonesia Emas 2045”.

Secara jelasnya, dalam dokumen program kerja keduanya, memaparkan beberapa fokus yang akan didorong. Pertama, akselerasi rencana dekarbonisasi untuk mencapai target net zero emission. Kedua, mengembangkan ekosistem yang terus mengakselerasi pemanfaatan dan pengembangan sumber daya alam yang berkaitan dengan carbon sink dan carbon offset untuk mengakselerasi target net zero emission dan memanfaatkan kesempatan dari ekonomi hijau. 

Ketiga, mereka juga ingin melanjutkan program mempensiunkan pembangkit listrik tenaga uap (coal-fired power plant retirement) dengan berdasarkan pada asas keadilan dan keberimbangan. Keempat, melanjutkan program biodiesel dan bio-avtur dari kelapa sawit. 

Terakhir mengembangkan bioetanol dari singkong dan tebu, sekaligus menuju kemandirian komoditas gula, serta mengembangkan sumber energi hijau alternatif, terutama energi air, angin, matahari, dan panas bumi. 

Prabowo dalam sebuah acara saat menjawab pertanyaan mengenai pengembangan komoditas, sempat menyinggung akan memanfaatkan rumput laut menjadi BBM. 

“Rumput laut itu bisa kita pakai sebagai gantinya pupuk, rumput laut bisa kita jadikan BBM. Luar biasa rumput laut,” ujar Prabowo dalam acara bersama KADIN, 12 Januari 2024.

Baca Juga  Kisah Waliullah Sunan Gunung Jati Berhaji ke Tanah Suci

Pernyataan yang sempat menjadi bahan olok-olokan pendukung capres lain ini, nyatanya bisa dilakukan. Ini diungkap oleh Scientific Director of the Engineering and Technology, Institute Groningen, Belanda, Hero Jan Heeres.

Profesor asal Belanda menyebutkan biomassa seperti rumput laut merah memang dapat menjadi solusi untuk menggantikan bahan bakar.

Ganjar-Mahfud

post-cover
Lanskap PLTS terapung berkapasitas 192 megawatt peak (MWp) yang terbentang di Waduk Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. (ANTARA/HO-PLN)

Sementara Ganjar-Mahfud, memiliki beberapa program kerja, seperti melakukan transisi energi, menciptakan desa mandiri energi, mengelola limbah menjadi berkah, serta ekonomi sirkuler untuk merealisasikan program ekonomi hijau.

Terkait ekonomi biru, Ganjar-Mahfud ingin melakukan tata kelola laut inklusif dan berkelanjutan, akselerasi 11 poros maritim, tangkap ikan berbasis kuota dan zonasi, perikanan budidaya berkelanjutan, maritim unggul, industri maritim jaya, wisata maritim mendunia, dan mengatasi pencemaran laut.

Program ekonomi hijau dan ekonomi biru ala Ganjar-Mahfud ini merupakan salah satu proposal berjudul “Menuju Indonesia Unggul: Gerak Cepat Mewujudkan Negara Maritim yang Adil dan Lestari”.

Anggota Dewan Pakar TPN Ganjar-Mahfud, Agus Hermanto, mengatakan pengembangan kegiatan ekonomi hijau, akan dirancang sedemikian rupa demi meminimalisasi kerusakan sosial di lingkungan kerja. Ada beberapa program yang ditawarkan, misalnya ganyang plastik, gebrak polusi. Pendekatan yang dipakai ialah reduce, reuse, recycle, recovery, dan repair.

“Penerapan ekonomi hijau ini juga menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru di Indonesia dalam jangka panjang yang bersifat inklusif,” ujar Agus Hermanto, dalam siaran pers yang diterima Inilah.com.

Siapa Paling Realistis?

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ariyo DP Irhamna, menilai para paslon belum menjelaskan secara detail solusi jitu menuju ekonomi hijau.

Ariyo berkaca pada debat cawapres beberapa waktu lalu. Menurut Ariyo, momentum debat yang mengambil tema soal lingkungan, banyak sekali poin subtansi yang justru terabaikan.

Menurut Ariyo, apa yang dibahas dalam debat tersebut, mayoritas hanya membicarakan soal mitigasi. Sementara poin soal adaptasi mengenai perubahan iklim, belum dijelaskan. Padahal menurut Ariyo, adaptasi ini yang kemudian mendorong dunia bergerak ke ekonomi hijau.

Baca Juga  Pengangguran Naik Hampir 80%, RI Minta Dukungan Dunia untuk Pekerja Gaza

Ariyo mengatakan, poin adaptasi, kini sedang banyak dibahas dalam level kebijakan dunia. 

“Selama ini dunia terlalu fokus ke mitigasi. Paris Agreement sudah membuat konsensus ya, di kesepakatan itu kita harus menekan kenaikan suhu itu 1,5 sampai 2 derajat Celcius dari era revolusi industri atau dari abad 18,” kata Ariyo kepada inilah.com.

post-cover
Kekeringan melanda lahan pertanian. (Foto:Antara) 

Sementara mitigasi, kini mulai ditinggalkan dunia. Selain tidak efektif dan mahal, tantangan lain yakni perlunya komitmen politik yang tinggi. 

Ariyo menjelaskan, misalkan adaptasi di sektor pertanian, bagaimana kemudian mempersiapkan strategi bagi para petani di tengah perubahan iklim. Kemudian di sektor energi, bagaimana kemudian menyiapkan strategi transisi energi, misalkan para pekerja atau para perusahaan-perusahaan batubara, dimana menjadi pihak yang paling besar mendapatkan dampaknya.

“Kemarin saya tidak melihat para peserta Cawapres itu memiliki gagasan terkait adaptasi,” kata Ariyo

Sementara Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bima Yudhistira mengatakan, bila pemerintahan mendatang konsisten bergerak ke arah ekonomi hijau, akan memberikan dampak hingga Rp 4.376 triliun ke output ekonomi nasional. Peralihan ini juga diprediksinya akan berimbas pada produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp 2.943 triliun dalam 10 tahun ke depan, atau setara 14,3% PDB Indonesia pada tahun 2024. 

“Efek berganda ekonomi hijau dari sisi PDB ini, jauh melebihi struktur ekonomi saat ini yang masih bergantung pada sektor industri ekstraktif, salah satunya pertambangan,” kata Bima kepada inilah.com

Bima menuturkan, berdasarkan analisa CELIOS dan Greenpeace Indonesia, mengatakan sebanyak 19,4 juta lapangan kerja baru akan bermunculan dari berbagai sektor, baik dari energi terbarukan, pertanian, kehutanan dan jenis industru ramah lingkungan lainnya. Pendapatan pekerja secara total, diprediksi Bima dapat bertambah hingga Rp 902,2 triliun berkat transformasi ini.

Ia melanjutkan, para pelaku usaha pun diuntungkan dengan peralihan ke ekonomi hijau berkat munculnya berbagai industri baru di sektor ekonomi sirkular dan transisi energi. Ia memprediksi, surplus usaha nasional dari transisi ekonomi hijau menembus Rp 1.517 triliun dalam 10 tahun transisi dilakukan. 

Selain itu, ekonomi hijau ini, menurut Bima, juga mampu mempersempit ketimpangan pendapatan antar provinsi di Indonesia. 

“Negara mendapatkan manfaat dari penerimaan pajak sebesar Rp 80 triliun dari sebelumnya Rp 34,8 triliun yang berasal dari ekonomi ekstraktif,” kata Bima.

(Nebby/Rizki)

 

 

Back to top button